SIDEGO Kirim Hasil Kajian Bandingan Kebijakan Pembangunan dan Penanganan Covid-19 ke Gubernur dan DPRD Malut

TERNATE-Lembaga swadaya, SIDEGO Malut mengirimkan surat “sakti”, hasil kajian terhadap tiga dokumen pelaksanaan pembangunan dan penanganan Covid-19 di Maluku Utara (Malut), masing-masing; pertama Rancangan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2020; kedua Kebijakan Umum APBD dan Penetapan Platform Anggaran Sementara Tahun Anggaran 2021; dan ketiga Rancangan Peraturan Daerah Tentang Kegiatan Tahun Jamak Pembangunan Infrastruktur Pendukung Seleksi Tilawati Qur’an Tingkat Nasional XXVI Provinsi Maluku Utara Tahun Anggaran 2020-2021.

Dalam surat tersebut, direktur SIDEGO Mukhtar Adam menyampaikan pikiran bandingan terhadap hasil pembahasan dokumen pembangunan yang dibahas oleh DPRD Provinsi Malut. Menurutnya, isi tiga dokumen tersebut berbeda dengan kondisi masyarakat sekarang ini. Selain itu, khusus bagian pinjaman daerah kepada PT. SMI dalam pembayaran bunga terdapat kejanggalan.
Berikut, Habartimur.com menerbitkan pokok-pokok pikiran SIDEGO Malut secara rinci dan lengkap:

Pembangunan Maluku Utara dan Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19

Penduduk dunia dikejutkan dengan ancaman wabah Pandemi Covid-19, yang diumumkan WHO pada 31 Desember 2019, kabar dari Wuhan-Cina, dalam waktu yang relatif cepat mewabah di 212 Negara di dunia. Indonesia resmi di umumkan Presiden Jokowi pada 2 Maret 2020, babak baru memasuki tekanan ekonomi dan sosial.
Ancaman Covid-19 yang sangat dramatisir itu, seolah sirna sejenak setelah Pemerintah merubah standar penanganan Covid-19, setelah tekanan ekonomi yang mengancam Indonesia pada kuartal-2 dan ancaman reses, memaksa pemerintah merubah strategi dan mempercepat pemulihan ekonomi dan reformasi sosial, ditengah mewabah Covid-19 yang belum di temukan Vaksin, melalui adaptasi kenormalan baru.
Pemerintah Provinsi Maluku Utara, lebih ekstrim lagi dalam merumuskan kebijakan pembangunan Semester 2 tahun 2020, dan perencanaan pembangunan 2021, yang tidak secara komprehensif menggambarkan kebencanaan non alam dan dampak turunannya terhadap ekonomi dan sosial.
Pemerintah Provinsi Maluku Utara, dalam perubahan kebijakan sangat ambisius melakukan ekspansi fiskal, baik melalui pinjaman daerah, maupun proyek multiyears yang berorientasi pada penyediaan infrastruktur wilayah dan dukungan terhadap pelaksanaan STQ tingkat nasional di Sofifi Maluku Utara tahun 2021.

Perubahan kebijakan pembangunan Provinsi Maluku Utara, tersajikan dalam dokumen rencana pembangunan yang saat ini secara maraton di bahas bersama DPRD Provinsi Maluku Utara adalah :
1. Rancangan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2020
2. Kebijakan Umum APBD dan Penetapan Plafon Anggaran Sementara Tahun Anggaran 2021
3. Rancangan Peraturan Daerah Tentang Kegiatan Tahun Jamak
Kebijakan pembangunan Provinsi Maluku Utara yang berorientasi pada percepatan pembangunan infrastruktur wilayah dan perhelatan STQ Nasional tahun 2021, berbeda dengan kondisi ekonomi dan sosial saat ini yang mengalami keterpurukan akibat bencana non alam Covid-19, untuk itu SIDEGO, melakukan kajian, sebagai usulan alternatif atas dinamika pembangunan dan kemasyarakatan, yang dialami Maluku Utara pada Tahun 2020 dan dampak-dampaknya.

1. Kondisi Ekonomi Maluku Utara Semester-1 Tahun 2020.

Kuartal-1 tahun 2020 ekonomi pertumbuhan ekonomi mengalami pelambatan sebesar 3,06, dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 tumbuh 7,70%. Pelambatan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara dipengaruhi kebijakan Pemerintah Pusat terkait dengan pembatasan ekspor Feronikel, yang efektif diberlakukan pada 1 Januari 2020.
Pelambatan pertumbuhan ekonomi, berdampak pada serapan Angkatan kerja di sektor pertambangan dari 16,60 ribu Angkatan kerja pada Februari 2019, mengalami penurunan sebesar 7,50 ribu angkatan kerja, Februari 2020, dengan kontribusi serapan Angkatan kerja sebesar 1,76% dari total angkatan kerja di Maluku Utara, sebesar 526,8 ribu orang tahun 2020.
Di sektor pertanian, yang menjadi basis pekerja dan sumber ekonomi masyarakat Maluku Utara mampu menyerap Angkatan kerja mencapai 215,62 ribu orang pada Februari 2019, mengalami peningkatan sebesar 1,21 ribu orang sehingga pada Februari 2020 mencapai 216,83 ribu angkatan kerja.

Meningkatnya angkatan kerja di sektor pertanian sebagai dampak dari kenaikan harga Kopra dari Rp. 4.000/kg menjadi Rp. 5.500/kg pada Kuartal 1 dan mencapai Rp. 7.400/kg pada Kuartal II. Sektor pertanian pada Kuartal 1 hanya mampu tumbuh sebesar 1,57%.
Kenaikan harga komoditas sektor perkebunan mampu mengurangi angka kemiskinan pedesaan pada Maret 2019 sebesar 7,99% mengalami penurunan sebesar 7,70% Maret 2020, sedangkan Nilai Tukar Petani (NTP) bulan Mei 2020 sebesar 96,08 atau mengalami kenaikan 0,22 persen dibandingkan dengan April 2020 sebesar 95,87 persen, namun kenaikan harga komoditas belum berada pada titik normal, pada kisaran Rp. 10.500/kg.
Memasuki akhir kuartal-1, Presiden mengumumkan temuan Pandemi Covid-19, dan secara resmi Covid-19 mulai mewabah di Indonesia, pergerakan yang sangat cepat memasuki Kuartal-2 Pemerintah Pusat menetapkan keadaan darurat, termasuk Maluku Utara, atas kedaruratan yang ditetapkan pemerintah Ekonomi Indonesia dan Maluku Utara mengalami konstraksi tahap-2 yang disumbangkan dari kegiatan transportasi, makan minum, dan tercatat 8 sektor mengalami kontraksi dengan pertumbuhan minus.

Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara kuartal-2 mengalami pelambatan tahap kedua -0,16% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019. Perlambatan ekonomi tertinggi di sumbangkan dari sektor Pertambangan (-13,42%), Akomodasi Makan Minum (-29,40%) dan
Transportasi dan Gudang (-28,21%). Pelambatan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara, diprediksi meningkatkan angka kemiskinan dari 6,78% atau 86,37 ribu penduduk miskin pada Maret 2020. Sebelum Pandemi Covid-19, di prediksi akan meningkat mencapai 12,6% atau sebanyak 128,57 ribu penduduk miskin akan bertambah seiring dengan sektor-sektor yang menjadi basis pekerjaan masyarakat yang mengalami konstraksi pada Semester-2 tahun 2020, dimana basis ekonomi Masyarakat Maluku Utara pada sektor pertanian utamanya sub sektor perkebunan, perikanan dan tanaman pangan, yang terus mengalami tekanan sebagai dampak dari harga komoditi perkebunan yang belum menunjukkan trend positif, sehingga berdampak pada angka kemiskinan.
Dari sisi pengangguran, Pandemi Covid-19, telah menghilangkan pekerjaan 35,07 ribu penduduk Maluku Utara.

Kehilangan pekerjaan di dominasi pada sektor Perdagangan, Transportasi dan Akomodasi serta Makan Minum. Ketiga sektor yang mengalami tekanan tersebut di dominasi pada pelaku UMKM yang bekerja pada sektor informal, karena pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial sebagai solusi pencegahan penyebaran Covid-19. Hal ini terkonfirmasi dengan perkembangan laju pertumbuhan ekonomi sektor di Maluku Utara pada kuartal-2 tahun 2020.

2. Apa Yang di Lakukan pemerintah Daerah Maluku Utara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun anggaran 2020 ditetapkan dengan Peraturan Daerah No 1 Tahun 2020. Dari sisi pendapatan ditetapkan sebesar Rp. 2,8 Triliun, dan sisi belanja ditetapkan sebesar Rp. 3,3 triliun. Sejak penetapan WHO pada tanggal 11 Maret 2020 tentang Pandemi Covid-19, pemerintah Provinsi Maluku Utara melakukan perubahan APBD tahun 2020. Dasar hukumnya diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Maluku Utara Nomor 284/KPTS/MU/2020 tentang penetapan siaga darurat
Covid-19, pada tanggal 19 Maret 2020, yang diikuti dengan Surat Keputusan Bersama Mendagri dan Menkeu Nomor 119/2813/SJ dan Nomor 177/KMK.07/2020, tentang penyesuaian APBD 2020 dalam rangka penanganan Cobid-19, serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional, pemerintah Provinsi melalui Peraturan Gubernur Maluku Utara Nomor 12 Tahun 2020.

Ada koreksi pada APBD, yaitu penurunan pendapatan menjadi Rp. 2.11 Triliun, atau 75,57% dari pendapatan APBD induk dan belanja mengalami koreksi sebesar 2,70 triliun, atau 80,52% dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBD induk. Pendapatan Daerah, sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan penanganan Covid-19, mengalami berbagai koreksi, pada Pendapatan Asli Daerah, komponen Pajak Daerah yang dianggarkan sebesar Rp358,36 miliar menjadi Rp274,93 miliar, pengurangan pajak daerah, namun tidak diikuti dengan kebijakan pembebasan pajak dan atau penundaan pajak daerah, kecuali kebijakan terkait pembebasan denda PKB dan BBNKB, sesuai keputusan Gubernur Nomor 302/KPTS/MU/2020, sedangkan dari sisi retribusi, pemerintah Provinsi lebih memfokuskan pada penundaan tuntutan ganti rugi daerah atas temuan BPK pada tahun2 sebelumnya yang mayoritas di bebankan kepada ASN dan pihak ketiga yang menjadi mitra pemerintah.

Komponen Retribusi Perizinan Tertentu yakni Pemberian Perpanjangan IMTA kepada Pemberi Kerja Tenaga Asing yang dianggarkan Rp10,1 miliar menjadi Rp1,7 miliar setelah realokasi, tidak sesuai dengan kondisi yang terus membutuhkan tenaga kerja asing dimasa konstruksi Smelter di beberapa industri tambang di Provinsi Maluku Utara, sehingga di prediksi retribusi Tenaga kerja asing akan mengalami peningkatan signifikan seiring dengan pertumbuhan Angkatan kerja asing.
Dari sisi dana transfer, penurunan juga terjadi pada Dana Alokasi Umum dengan berkurangnya anggaran sebesar Rp154,08 miliar dan Dana Alokasi Khusus berkurang sebesar Rp335,11 miliar. Namun, untuk Pendapatan Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan
Pajak terjadi peningkatan setelah realokasi sebesar Rp9,08 miliar. Dan untuk komponen Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah menurun pada Pendapatan Hibah yang dianggarkan sebelumnya sebesar Rp 43,3 miliar menjadi Rp1,7 miliar setelah realokasi. Kontribusi dana transfer bagi struktur pendapatan pemerintah Maluku Utara masih dominan, yaitu sebesar 83,18% pada APBD 2020 dengan pertumbuhan sebesar -22,99% (yoy).

Hampir seluruh komponen belanja mengalami koreksi, kecuali Belanja Tak Terduga (BTT) yang mengalami peningkatan yang cukup seluruh signifikan mencapai 1.088,27% atau Rp. 163 Miliar, dari alokasi yang ditetapkan sebelumnya sebesar Rp. 15 Miliar. Dari sisi belanja pemerintah Provinsi sampai dengan semester 1 tahun 2020, hanya dapat merealisasikan belanja sebesar Rp. 773,39 miliar atau 28,61% dari alokasi belanja, sehingga pada semester 1 terdapat idle kas di rekening kas umum daerah (RKUD) mencapai Rp. 354,19 Miliar, belum termasuk Silpa tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp. 92.59 Miliar sehingga total anggaran yang tersimpan di RKUD sebesar Rp. 447,86 miliar, kondisi ini tidak sejalan dengan tujuan yang ditetapkan dalam Perpu 1 tahun 2020 maupun SKB 2 Menteri yang mendorong belanja pemerintah sebagai instrument penanganan dampak Covid-19 bagi perekonomian Maluku Utara.
Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam penanganan Covid-19, melakukan refocusing anggaran melalui Dana Tidak Terduga (DTT) sebesar 163,24 Miliar atau tumbuh sebesar 1.088,27% hanya mampu merealisasikan sebesar Rp. 30,42 Miliar atau sebesar 18,64% dari alokasi anggaran yang tersedia. Ini makin memperburuk penanganan Covid-19 dan perekonomian Maluku Utara. Hal ini terkonfirmasi dari gagalnya pemerintah provinsi melakukan perlindungan kepada masyarakat yang terdampak Covid-19, melalui kegiatan yang tidak di realisasikan seperti:
1. Penanganan kesehatan yang dialokasikan 1,64 Miliar realisasi hanya 231 juta.
2. Dapur Umum untuk mengatasi kebutuhan konsumsi masyarakat dari alokasi 9,9 Miliar hanya mampu di realisasikan sebesar 1,25 Miliar.
3. Pemberian bantuan Sembako kepada penduduk berdampak alokasi Rp. 11,10 Miliar tidak direalisasikan.
4. Bantuan kepada Pasien terdampak Covid-19 dari alokasi 2,96 Miliar, hanya direalisasikan 765 Juta.
5. Tambahan BLT bagi 2.000 KK alokasi Rp. 2,4 Miliar tidak direalisasikan.
6. Bantuan bahan baku produksi bagi UMKM alokasi 6,5 Miliar tidak direalisasikan.
7. Pemberian bantuan sarana produksi alokasi 26 Miliar tidak direalisasikan.
Dari sejumlah kegiatan pemerintah Provinsi yang tidak direalisasikan berdampak pada makin meningkatnya angka terjangkit Covid-19 dan angka kematian pada masa pademi Covid-19 di Maluku Utara .

3. Apa yang direncanakan Pemerintah Provinsi Maluku Utara ?
3.1.Rumusan KUA/PPAS dan APBD Perubahan 2020

Pemerintah Provinsi berdasarkan dokumen KUA Perubahan yang disampaikan dalam Pidato Gubernur Maluku Utara dalam siding Paripurna DPRD, menjelaskan beberapa indikator antara Perubahan asumsi makro pembangunan Provinsi Maluku Utara dijabarkan, sebagai berikut :
• Pertumbuhan Ekonomi yang ditargetkan semula 7 sampai 8 persen mengalami perubahan menjadi nol sampai 2,5 persen.
• Laju inflasi yang diasumsikan 2 sampai 4 persen, tidak mengalami perubahan;
• Nilai ekspor diasumsikan tetap di atas 500 juta dollar AS;
• Nilai impor diasumsikan berubah dari 150 Juta dollar menjadi lebih dari 650 juta dollar AS
• Tingkat kemiskinan berada pada angka 6 persen berubah menjadi 6,4 sampai 7 persen.
• Tingkat pengangguran yang ditargetkan sebesar 4 persen, mengalami perubahan 6 persen.

Dari asumsi yang dirumuskan dalam Pidato Gubernur menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi tidak secara cermat melihat dalam Covid-19, terhadap meningkatnya angka pengangguran sebagai dampak dari berhentinya aktivitas ekonomi akibat pembatasan sosial. Fakta menunjukkan bahwa angka pengangguran pada Februari, tercatat Angkatan kerja sebanyak 550,2 ribu yang bekerja tercatat sebesar 526,8 ribu sedangkan pengangguran 23,4 ribu angkatan kerja, sehingga terdapat angka pengangguran terbuka 4,26 ribu Angkatan kerja. Data tersebut, tidak menggambarkan secara nyata atas tekanan Covid-19, sehingga asumsi angka pengangguran sebesar 6% tidak relevan dengan fenomena dimana banyak perusahaan yang melakukan PHK, berhentinya aktivitas UMKM dan kegiatan informal lainnya yang mengalami tekanan, sehingga di prediksi akan bergerak ke dua digit, yang makin memberatkan perekonomian dan upaya pemulihan.

Kemiskinan, yang tergambar dalam data BPS yang disajikan pada bulan Maret sebesar 6,78% diprediksi akan meningkat mencapai 12,38%. Seiring dengan pelemahan ekonomi yang mencapai minus 0,16% akan makin menekan penduduk miskin. Oleh sebab itu, tidak relevan jika Gubernur Maluku Utara hanya memprediksi kemiskinan sebesar 7%.

Dari fenomena ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi memandang Covid-19 bukan menjadi ancaman bagi masyarakat Maluku Utara, sehingga tak heran jika perubahan pada kebijakan Pemerintah Daerah, melalui KUA Perubahan tahun 2020, dilakukan dengan mendorong kegiatan multi years, yang berpotensi menggeser anggaran penanganan Covid-19, ke proyek-proyek fisik yang tidak bersentuhan langsung dengan upaya pemulihan Ekonomi. Ini tentunya bertentangan dengan arah kebijakan nasional dan arahan Presiden Republik Indonesia dalam Pidato pengantar RAPBN 2021, telah menekankan untuk fokus pada upaya pemulihan ekonomi.

3.2. KUA/PPAS dan RAPBD 2021
Dokumen Kebijakan Umum APBD (KUA) 2021 dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2021, yang dirumuskan oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) terkesan dalam dokumen Maluku Utara tidak dalam kondisi kebencanaan non alam yang dialami masyarakat Maluku Utara, sehingga Bappeda tidak secara spesifik memberikan gambaran dalam rumusan KUA Tahun 2021 dalam kondisi kebencanaan.

Rumusan kebencanaan yang tidak tergambar dalam KUA tahun 2021, memiliki korelasi dengan rumusan tema pembangunan Maluku Utara yang tidak searah dengan tema pembangunan Nasional, yang disampaikan Presiden Republik Indonesia di hadapan Sidang paripurna DPR RI, pada tanggal 16 Agustus 2021, pemerintah pusat dalam menetapkan tema pembangunan dalam RKP Tahun 2021 “Pembangunan Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial” dari tema pembangunan RKP 2021 menunjukkan arah pembangunan tahun 2021, diarahkan pada upaya pemulihan ekonomi pasca bencana non alam, dan upaya reformasi sosial, sebagai dampak dari adaptasi kenormalan baru yang menjadi prioritas dalam Reformasi Sosial.

Tema yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Maluku Utara, dalam RKPD tahun 2021 “Mengakselerasi Infrastruktur dan Daya Saing SDM untuk memacu Produktifitas” dari tema pembangunan, yang tidak merumuskan upaya pemulihan pasca bencana non alam, menunjukkan bahwa pemerintah Provinsi Maluku Utara memandang bencana non alam (Covid-19) bukan sesuatu yang penting menjadi tema dan prioritas pembangunan 2021. Hal ini bertentangan dengan data keterjangkitan dan pasien yang terus menjadi problem pembangunan dan ancaman kematian masyarakat diikuti dengan dampak ekonomi yang sistemik terhadap struktur sosial masyarakat, memberi kesan Gubernur tidak memiliki sense off crisis yang dialami masyarakat Maluku Utara.

Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam merumuskan indikator makro pembangunan tahun 2021 yang dirumuskan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun anggaran 2021, terkesan asalan memasukkan angka ke dalam asumsi makro, padahal asumsi makro menjadi rujukan bagi seluruh komponen masyarakat dalam merencanakan pembangunan kekepan, tercatat dalam 5 tahun terakhir Bappeda dalam merumuskan asumsi makro tanpa penjelasan, dinamika ekonomi dan sosial yang akan mengalami perubahan pada tahun yang direncanakan tidak terjelaskan dalam dokumen perencanaan, sehingga terkesan “Asal Rencana, Asal Jadi, Asal Asalan”, kerja asal-asalan ini pula terlihat dalam rumusan prioritas pembangunan yang tidak menyentuh problem ekonomi dan sosial ditengah pandemi Covbid-19.
Tabel 3 Indikator Makro Tahun 2021 Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Perencanaan yang baik dan tepat sasaran, akan membantu pelaksanaan yang efektif
(Presiden Jokowi). Rencana yang baik itu mengantongi 50% keberhasilan (Mantan Presiden SBY). Dari pernyataan Presiden dan Mantan Presiden tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Provinsi Maluku Utara telah merencanakan kegagalan pembangunan Tahun 2021.
3.3. Ranperda Kegiatan Tahun Jamak Pembangunan Yang Ambisius.
Pemerintahan di berbagai belahan dunia saat ini, memfokuskan pembangunan pada penanganan kebencanaan non alam (Covid-19) sambal mempersiapkan strategi pemulihan dan reformasi sosial. Dalam rangka adaptasi kebiasaan baru, yang memaksa penduduk dunia beradaptasi dengan lingkungan sosial, yang diporak porandakan Covid-19.
Di Maluku Utara, pemerintah pada kuartal-3 disibukkan dengan pembahasan Ranperda terkait dengan percepatan pembangunan infrastruktur dan persiapan Pelaksanaan Tilawati Quran Tingkat Nasional ke XXVI yang pelaksanaannya di Maluku Utara pada tahun 2021, dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp.213.150.000.000,00 (dua ratus tiga belas miliar seratus lima puluh juta rupiah).

Selain itu, dalam tahun yang sama pemerintah Provinsi juga melakukan ekspansi fiskal dengan menggelontorkan dana selama 2 tahun anggaran yang mencapai Rp 489.304.427.660, tetapi dalam penjabarannya lebih di fokuskan pada pembangunan jalan, dengan rincian, sebagai berikut :
1. Peningkatan Jalan dan Jembatan Ruas Jalan Matuting – Ranga-ranga Rp. 62,61 Miliar
2. Peningkatan jalan dan Jembatan Ruas Jalan Saketa-Dehepodo Rp. 51,90 Miliar
3. Peningkatan Jalan Ruas Payahe-Dehepedo (Hotmix) Rp. 46,70 Miliar
4. Pembangunan Jalan dan Jembatan Ruas Ibu-Kedi Rp. 67,55 Miliar
5. Peningkatan Jalan dan Jembatan Ruas Malbufa-Wai’Ina Rp. 23,65 Miliar
6. Pembangunan Jalan dan Jembatan Ruas Wayatim-Wayaua Rp. 35,50 Miliar
7. Pembangunan Jembatan Kali Obi II (lanjutan) Rp. 25 Miliar
8. Peningkatan Jalan Ruas Bahar Andili (Segmen Sofifi-Akekolano Rp. 15 Miliar
9. Pembangunan Gedung Instalasi Rawat Inap Rp. 77 Miliar
10. Cut & Fill Rp. 2, 76 Miliar
11. Instalasi Kamar Operasi Centeral Rp. 22,32 Miliar
12. Instalasi Pemeliharaan Rp. 4,36 Miliar
13. Instalasi Sterilisasi (CCSD) Rp. 10,31 Miliar
14. Pagar Keliling Rp. 2,7 Miliar
15. Drainase Rp. 3 Miliar
16. Selasar luar Rp. 2,18 Miliar
17. Pengadaan Alat Kesehatan Rp. 14,30 Miliar
Ekspansi fiskal tersebut, menelan anggaran mencapai Rp. 702.454.427.660,- belum termasuk pinjaman daerah kepada PT. SMI sebesar Rp. 310.909.250.000,- sehingga total anggaran yang akan diluncurkan Pemerintah Provinsi mencapai Rp. 1.013.363.677.660,-. Dana yang cukup besar tersebut tidak signifikan dan tidak sesuai dengan arah kebijakan pemerintah pusat, yang dalam proses pelaksanaan program pemulihan dan reformasi sosial akibat pandemi Covid-19.

3.4. Pinjaman Daerah
Pemerintah Provinsi Maluku Utara tahun 2020, melakukan pinjaman ke PT. Sarana Mukti Infrastruktur (Persero) (PT. SMI) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibentuk oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia. PT. SMI diberikan mandat untuk memberikan dukungan kepada pemerintah daerah, dalam hal pembiayaan proyek infrastruktur yang bersifat pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan ke APBD (non-revenue generating project). PT. SMI menyetujui usulan proposal Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk pinjaman senilai Rp 310.909.250.000,- yang telah disajikan dalam KUA tahun 2021, dengan pembayaran cicilan pokok tahun 2021 sebesar Rp 93.000.000.000,- dan belanja bunga sebesar Rp. 38.000.000.000.

Berdasarkan data KUA diatas, terdapat kejanggalan didalam menetapkan alokasi atas pembayaran pokok pinjaman dan bunga pinjaman, maka SIDEGO mencoba menelusuri berbagai informasi terkait dengan pinjaman dan bunga yang ditetapkan oleh PT. SMI, diperlu keterangan yang dikutip dari Gatra.com. Direktur PT. SMI Darwin Trisna Djaya Winata menjelaskan terkait pinjaman dan pengenaan bunga pinjaman yang diberikan kepada Pemerintah Kabupaten Bandung Barat “ Fasilitas pinjaman diberikan tiga tahun dengan bunga disesuaikan dengan surat hutang pemerintah RI, ditambah 0,75, kebetulan surat hutang berharga untuk tiga tahun dipenutupan hari ini 5,7 persen” sehingga ditambahkan dengan 0,75 menjadi 6,45 persen.

Dari data yang disajikan Pemerintah Provinsi Maluku Utara berdasarkan perhitungan pokok pinjaman dan pembayaran cicilan pokok (Rp.310.909.250.000/Rp. 93.000.000.000 = 3,34), artinya dibutuhkan 3,34 tahun untuk melunasi pinjaman pemerintah Provinsi Maluku Utara, yang akan berakhir tahun 2023. Sedangkan dari sisi pengenaan bunga pinjaman, maka dihitung berdasarkan rumus bunga flat.

Dari hasil analisis, Pinjaman, Pembayaran Pokok Pinjaman dan Bunga Pinjaman, ditemukan data yang tidak sesuai dengan data yang di sajikan dalam KUA dan PPAS Tahun anggaran 2021. APBD Maluku Utara tahun 2021 sampai dengan tahun 2024 akan mengalami berbagai resiko pengelolaan APBD dari kondisi keuangan yang makin tidak sehat pasca ekspansi fiskal yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Maluku Utara, sehingga di prediksi tahun 2021 sampai dengan 2024 Provinsi Maluku Utara akan memikul beban keuangan yang sangat berat.

Berdasarkan KUA/PPAS yang diajukan Pemerintah Provinsi ke DPRD Maluku Utara dengan rencana defisit sebesar Rp 285.909.256 miliar. Ini tidak sesuai dengan kebutuhan akan pembayaran pokok pinjaman yang disajikan dalam komponen pembiayaan yang bersumber dari sisa lebih anggaran tahun sebelumnya, sehingga dalam rumusan RAPBD, mempertimbangkan pokok pinjaman, dengan menyajikan APBD yang surplusnya minimal Rp. 93,1 Miliar yang dibutuhkan untuk pembayaran pokok pinjaman yang disajikan dari pos pembiayaan.

Rekomendasi Pokok-Pokok Kebijakan Sidego

Berdasarkan hasil kajian Sidego, maka beberapa rekomendasi yang perlu disampaikan sebagai berikut :
1. Pemerintah Provinsi Maluku Utara, perlu merumuskan Perencanaan Pembangunan Tahun 2021 dengan mempertimbangkan bencana non alam sebagai resiko yang perlu dituangkan dalam rumusan kebijakan pembangunan yang diikuti dengan alokasi anggaran yang memadai untuk pemulihan ekonomi dan reformasi sosial, akibat Pandemi Covid-19.

2. DPRD Provinsi Maluku Utara agar mengembalikan Dokumen KUA dan PPAS Perubahan Tahun anggaran 2020, dan KUA dan PPAS Tahun Anggaran 2021 untuk melakukan pendalaman atas mitigasi resiko penanganan Covid-19, dengan mempertimbangkan pelambatan ekonomi yang berpotensi memasuki resesi ekonomi, dan reformasi sosial secara massif dalam rangka perlindungan kepada masyarakat.

3. Pemerintah Daerah dan DPRD perlu mempertimbangkan dampak Covid-19, terhadap meningkatnya angka kemiskinan, angka pengangguran, defaluasi yang terjadi pada bulan Juni, dan Indeks Pembangunan Manusia, yang dipengaruhi oleh pelaksanaan Pendidikan online dan dampak ikutannya.

4. Gubernur agar menerbitkan Peraturan Gubernur untuk melakukan perlindungan produk lokal, melalui pemenuhan konsumsi lokal dalam upaya mendorong peningkatan produksi dan konsumsi kebutuhan bahan lokal serta industri lokal yang diproduksi oleh UMKM.

5. DPRD Provinsi Maluku Utara dalam upaya memaksa pemerintah daerah, diperlukan inisiatif terkait Peraturan Daerah tentang Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial dampak Covid-19, sebagai upaya perlindungan kepada masyarakat yang menghadapi kebencanaan non alam.

6. Pemerintah Daerah dan DPRD secara Bersama-sama dengan stekholder dan instansi vertical merumuskan Road Map dan Master Plan Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial dampak Covid-19, sebagai panduan pelaksanaan pembangunan tahun 2021 baik yang dilakukan Pemerintah Pusat di Maluku Utara, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, BUMN, Swasta dan masyarakat dalam etos Bari dalam mengatasi kebencanaan non alam.

7. Mendorong penyediaan infrastruktur pelaksanaan STQ kepada Pemerintah Pusat, sebagai Panitia Pusat, dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur terkait pelaksanaan STQ yang menetapkan Maluku Utara sebagai Tuan Rumah pelaksanaan STQ Nasional, dengan mempertimbangkan kapasitas fiskal Maluku Utara yang tergolong rendah.

8. Gubernur perlu mempertimbangkan pinjaman daerah, yang berpotensi membebankan Fiskal Daerah, serta investasi yang dilakukan melalui pinjaman daerah, agar lebih focus pada percepatan pembangunan infrastruktur Kota Sofifi sebagai ibukota Provinsi Maluku Utara, serta dukungan pada penyediaan Kawasan Industri Sofifi yang menyediakan industri bagi Komoditi lokal, seperti Kelapa, Cengkeh, Pala, dan Ikan yang merupakan basis produksi masyarakat.

9. Pemerintah Provinsi agar memfasilitasi pemasaran produk dan sistem logistik online bagi pulau-pulau yang berpenghuni untuk membatasi sebaran Covid-19 menyerang desa sebagai basis Pangan Maluku Utara.
Gubernur agar menginstruksikan kepada Pemerintah Kabupaten/kota dan Pemerintah Desa, untuk menyediakan kebutuhan pangan lokal yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi lokal, ditengah ancaman resesi dunia, termasuk Indonesia ditengah kebencanaan non alam. (hbr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Teras Berita