TERNATE-Oknum Polisi di Maluku Utara (Malut) kembali bertindak kasar terhadap wartawan. Kali ini, tindakan oknum polisi yang berseragam dinas provos dan berpakain preman itu mengusir (mendorong, red) wartawan dari lantai II Kantor Wali Kota Ternate saat jurnalis mengambil gambar, salah satu mahasiswa yang ditangkap saat menggelar aksi penolakan undang-undang cipta kerja, di depan Kantor Wali Kota Ternate, Jalan Pahlawan Revolusi (JPR), Selasa (20/10/2020).
Tindakan represif oknum-oknum polisi itu terjadi sekitar pukul 17.30 WIT atau pukul setengah 6 sore. Lebih parah lagi, salah satu oknum polisi yang menggunakan kameja hijau tersebut mempertanyakan dasar undang-undang yang dipakai wartawan dalam melakukan kegiatan peliputan. “Kalian darimana,” tanya salah satu polwan yang belum diketahui namanya. Sejumlah wartawan menjawab, dari pers.
Mendengar jawaban dari sejumlah wartawan, polwan tersebut justru meminta agar turun dari lantai II, Kantor Wali Kota Ternate. “Dari pers turun, turun dari sini,” lanjut Polwan, lantas diikuti oknum polisi lain dengan mempertanyakan dasar regulasi. “Pers pakai undang-undang apa, turun, turun,” kata oknum polisi tersebut.
Bahkan, salah satu wartawan online Yunita Kadir sempat meminta kepada polisi agar tidak didorong, namun tidak diindahkan, bahkan tangan oknum polisi berseragam provos itu mengenai lengan dan bagian dada wartawati tersebut. “Jangan dorong-dorong saya ini perempuan,” kata Yunita Kadir. Permintaan wartawati itu, tak direspon akhirnya wartawanpun turun ke lantai I.
Tindakan premanisme oknum polisi tersebut mendapat kecaman dari organisasi profesi kewartawanan, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malut. Sekretaris PWI Malut, Adnan Ways, mengecam tindakan oknum polisi tersebut. Menurut Adnan, setelah mencermati beredarnya video maupun foto di medsos, dan sempat mampir ke group WhatsApp messages Pengurus dan Dewan Kehormatan PWI Malut, apapun alasannya, tindakan oknum polisi ini sama sekali tidak bisa dibenarkan. Untuk itu meminta Kapolda atau Kapolres, yang anggotanya ditempatkan di titik lokasi pengamana aksi, agar menindak tegas oknum polisi bersikap anarkis itu.
“Kami masih mengkaji kronologis sesungguhnya atas insiden tadi sore (kemarin, red). Paling tidak bisa memberi sedikit gambaran kepada kami untuk mencermati dan menyikapi masalah ini. Kami sangat menyayangkan tindakan oknum polisi tersebut. Kami juga sudah mengkoordinasikan di internal pengurus PWI Malut, akan secepatnya mengambil langkah, sehingga peristiwa seperti ini tidak terjadi lagi,” ucap Adnan.
Adnan juga mengatakan, jika memang ada batasan yang tidak bisa dilewati awak media untuk mengabadikan peristiwa pengamanan demonstran, mestinya dibicarakan secara baik-baik bersama pihak petugas dalam hal ini aparat kepolisian di lapangan. Bukan melarang, bahkan mendorong jurnalis tanpa dasar saat meliput hingga terjadi kisruh.
“Di lantai dua kantor walikota itu kan bukan areal tertutup bagi awak media untuk meliput. Kecuali ada kawasan yang memang tidak diperbolehkan bagi awak media untuk mengambil gambar (foto/video). Itupun harus melalui protap terlebih dahulu bersama petugas sebelum aksi, sehingga wartawan mengetahuinya. Kan ini kejadiannya spontan, kemudian wartawan mengejar untuk mengabadikan peristiwa, ada demonstran yang diamankan polisi di lokasi terbuka (bukan wilayah khusus) seperti di lantai dua kantor walikota itu. Kenapa kok bisa terjadi hal seperti ini. Ada suara teriak-teriak dalam durasi video yang mengatakan “kalian (insan pers-red) menggunakan undang undang apa”. Ini kan sudah tak wajar,” tegas Adnan.
Untuk itu, Adnan menambahkan, pihaknya sudah mengkoordinasikan bersama pengurus PWI Malut, dan akan dibicarakan bersama saat pertemuan dengan Kapolda Malut, pada agenda silaturahmi Kapolda bersama insan pers Malut, Rabu (21/10) pukul 19.30 wit di Ballroom Resto, Kota Ternate, sesuai undangan Polda yang diterima, Selasa (20/10) kemarin,” pungkasnya seraya menegaskan, PWI Malut tetap mengawal masalah ini, dengan menyurat resmi ke Polda Malut, dan tembusanya ke PWI Pusat, Dewan Pers dan Mabes Polri. (wat)