SANANA – Kepala Desa (Kades) Baleha Kecamatan Sulabesi Timur, Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul), Arifin Ahmad diadukan ke Polisi atas dugaan pemalsuan ijazah sebagai dokumen negara.
Dokumen yang digunakan oleh Arifin Ahmad sebagai Kades untuk memenuhi persyaratan sebagai salah seorang Calon Kades yang ikut dalam Pilkades yang digelar pada 29 April 2021 kemarin. Hal ini disampaikan langsung oleh Warga Desa Baleha Kecamatan Sulabesi Timur, Arba Yakseb saat ditemui di halaman Kantor Polres Resort Kepulauan Sula, Kamis (20/5/2021).
Arba menuturkan, ijazah paket B dan C milik Kades Baleha, Arifin Ahmad terdapat tahun kelulusan yang janggal. Misalnya, ijazah paket B dengan tahun kelulusan pada 4 Agustus 2010. Sedangkan, ijazah paket C dengan tahun kelulusan pada 26 Juli 2010.
Artinya, ijazah paket C (setara SMA, red) lebih awal diterbitkan dari ijazah paket B (setara SMP, red). “Tahun 2010 secara bersamaan Arifin Ahmad mendapat ijazah paket B dan C. Anehnya ijazah paket C yang setara SMA diterima lebih awal yakni di bulan Juli 2010, dari ijazah paket B yang setara SMP diterima Agustus 2010,” terang Arba.
Sementara, kuasa hukum Zulfitra Hasim SH yang mendampingi terlapor Arba Yakseb mengatakan, dugaan ijazah palsu yang dipergunakan oleh Kades terpilih Arifin Ahmad. “Dalam satu tahun terlapor atas nama Arifin Ahmad memiliki ijazah paket B dan C,” katanya.
Zulfitra menjelaskan, dalam satu tahun terlapor atas nama Arifin Ahmad mendapat ijazah paket B dan C. Kemudian, tahun kelulusannya berbeda, misalnya ijazah paket C lebih awal dari ijazah paket B.
Tidak hanya itu, Zulfitra menegaskan, sesuai pernyataan Kepala Sekolah (Kepsek) SD Negeri Kaporo Kecamatan Mangoli Selatan, Amin Ibrahim bahwa nama Arifin Ahmad tidak ditemukan lulus di sekolah tersebut.
Olehnya itu, Zulfitra meminta agar Polisi serius dalam menangani dugaan pemalsuan dokumen negara yang dilakukan oleh Kades Baleha Arifin Ahmad. “Saya (Zulfitra red) meminta polisi serius soal dugaan pemalsuan ijazah,” pintanya.
Lanjut Zulfitra, UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 68 menyebutkan bahwa setiap orang yang membantu memberikan ijazah, sertifikat, gelar akademik, profesi yang tidak memenuhi persyaratan maka di pidana penjara paling lama lima tahun dan denda 500.000.000. (att)