TERNATE -Meskipun menerima keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon, Maluku atas penolakan gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), pihak Pasangan Bahrain Kasuba dan Muchlis Sangadji (BK-Muchlis) belum puas alias kecewa dengan keputusan tersebut.
Kuasa Hukum (KH) BK-Muchlis, Muhammad Konoras mengatakan, KPU sebagai penyelenggara, sebagian tugas pemerintah di bidang Pemilu ranah tugasnya masuk rejim undang-undang no 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati Walikota, maka dengan KPU dapat disamakan dengan pejabat PTUN sehingga dalam melaksanakan tugasnya juga tunduk pada UU nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Permohonan fiktif positif ke Pengadilan PTUN di Ambon tersebut tidak ditujukan kepada KPU sebagai penyelenggara Pemilu, melainkan KPU sebagai pejabat PTUN yang notabenenya tidak melakukan kewajiban hukum sebagai PTUN pada saat menolak pendaftaran pasangan calon Bahrain Kasuba dan Muchlis Sangadji,” kata Konoras kepada wartawan, Sabtu (14/11).
Konoras mengaku, ahli administrasi negara Prof Nirahua saat memberikan keterangan ahli berpendapat bahwa, kasus yang dihadapi BK-Muchlis ini, KPU wajib menerima dulu pendaftaran calon, baru kemudian melakukan verifikasi dokumen dan apabila tidak memenuhi syarat baru mengembalikan dokumen tersebut kepada partai politik atau gabungan partai politik dengan berita acara sebagaimana diatur dalam pasal 39 ayat 8 PKPU nomor 3 tahun 2017. Hal itu juga kata Konoras, diperkuat dengan pendapat ahli dari KPU Rudi SH MH, dalam keterangannya bahwa KPU wajib meneliti keabsahan dan syarat dokumen yang diajukan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati.
“Nah kalau meneliti keabsahan dokumen berarti wajib menerima dulu baru meneliti. Hal ini tidak dilakukan KPU Halsel karena mengacu pada ketentuan Pasal 39 ayat 7 PKPU nomor 3 tahun 2017. Jadi ini soal penafsiran saja, memang permohonan fiktif positif kepada KPU ini baru terjadi di Indonesia yaitu kasus Halsel, namun demikian hakim pengadilan PTUN Ambon keliru dalam membedakan KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan KPU sebagai PTUN,” akunya.
Dalam kasus ini, tambah Konoras, PTUN keliru menilai soal kompetensi absolut, padahal didalam fiktif positif begitu dianggap permohonan telah memenuhi syarat, maka dilanjutkan dengan persidangan. Jika PTUN tidak memiliki kewenangan untuk mengadili maka berdasarkan tertib hukum acara di TUN harus sejak pendaftaran wajib menolak, tetapi hal itu tidak dilakukan PTUN Ambon.
“Jadi perlu diketahui Putusan PTUN Ambon ini belum masuk pada materi perkara, untuk itu orang yang menganggap KPU telah memenuhi prosedur dalam hal menolak permohonan dokumen calon Bahrain Kasuba dan Muchlis Sangadji menurut saya adalah sebuah kekeliruan dan menjustifikasi sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh KPU,” pungkasnya. (wat)