SANANA – Kasus dugaan oknum anggota komisi pemilihan umum (KPU) kabupaten kepulauan sula (Kepsul), yang melarang warga melakukan pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS) 01 desa ona kecamatan sulabesi barat berpotensi menjadi tersangka.
Ketua badan pengawas pemilihan umum (Bawaslu) kepulauan sula Ajwan Umasugi, kepada Habartimur.com, Senin (26/2/2024) mengatakan, akan menjadwalkan kelanjutan klarifikasi kepada pelapor, terlapor dan saksi, terkait kasus dugaan oknum anggota KPU.
“Kasus oknum anggota KPU kepulauan sula akan dilakukan kelanjutan klarifikasi kepada pihak, yakni pelapor, terlapor dan saksi, kemudian dilakukan pembahasan ke dua bersama gakumdu, apakah dia memenuhi pasal atau tidak,”terangnya.
Ajwan bilang, usai memanggil pelapor, terlapor dan saksi untuk dimintai klarifikasi dan dilanjutkan pembahasan ke dua bersama sentra penegakan humum terpadu (Gakumdu).
“Pembahasan ke dua akan dilaksanakan sesuai dengan waktu kantor. diperkirakan malam ini atau besok malam untuk dilakukan pembahsan tahap ke dua, pembahasan tahap pertama sudah selesai,”jelasnya.
Tambah Ajwan, setelah pembahasan ke dua berdasarkan pendapat gakumdu baru memutuskan hasil klarifikasi ke dua antara politis dan jaksa. Sedangkan, pasal yang diterapkan. kata Ajwan, pasal melarang pemilih di hari pemungutan suara.
“Setelah pembahasan ke dua baru dilihat berdadarkan pendapat gakumdu, yakni beradasarkan hasil klarifikasi kemudia polisi dan jaksa apakah hasil klarifikasi dan bahan bukti memenuhi syarat untuk diteruskan atau tidak nanti dilihat dari pembahasan ke dua, pasal yang diterapkan atau disangkakan itu adalah pasal melarang pemilih pada hari penmungutan suara,”tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, oknum anggota KPU kepulauan sula atas nama Ivan Sulabesi Buamona, diduga telah melarang 11 orang termasuk anggota KPPS TPS 01 desa ona, untuk melakukan pencoblosan pada saat pemungutan suara, Rabu (14/2/2024) lalu.
Diketahui, berdasarkan undang-undang (UU) nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu, khususnya pada pasal 510, bahwa setiap orang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, akan dikenakan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta. (att/)