DE Pe Es..??. Anda boleh menabur tanya, tapi tak perlu terlalu jauh menerawang. Apalagi mencoba membuat penafsiran sendiri dengan sikap “bikin diri tau tau” sekaligus memastikan bahwa De Pe Es adalah sejenis Es yang saat ini turut bersaing ketenaran menandingi superioritas es mambo, es teller, es krim dan es pisang ijo.
Depe Es bukan pula pabrik es baru yang pemiliknya bernama DePe alias Dewi Persik, artis dangdut berparas manis pelakon goyang gergaji. Anda keluri, eh sorry keliru. De Pe Es jauh dari bayangan berlebihan itu. So kembalilah insaf seraya menenangkan isi kepala.
De Pe Es adalah Daftar Pemilih Sementara, di alur tahapan Pilkada ia bergabung di grup pemutakhiran data pemilih. Secara sederhana, pemutakhiran data pemilih dimulai dari pencocokan dan penelitian (Coklit) lalu berkembang menjadi De Pe Es lalu berpenghujung pada De Pe Te (Daftar Pemilih Tetap).
Di Ternate, pada 7 September 2020 di lantai enam Muara Mall Ternate, KPU Kota Ternate telah menetapkan DPS melalui sebuah proses pleno yang berjalan tak terlalu panjang. Di pleno itu, PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) di delapan kecamatan telah dengan gamblang membacakan hasil rekapitulasi yang mereka rekap dari pleno di tingkat kelurahan. Ini sebuah proses bertingkat yang sangat bottom up dan terbuka, sehingga terhadap problem terkait angka-angka dan data dapat diperbaiki semenjak dari bawah.
Di pleno 7 September ini, selain PPK sebagai peserta, KPU Ternate juga mengundang kami dari Bawaslu Ternate. Selain itu terdapat tim Bapaslon yang ikut hadir, juga ada Kapolres Aditya Laksimada, perwakilan dari KODIM 1501, dari Pemkot datang Kadis Dukcapil Ternate sebagai salah satu pengendali administrasi kependudukan di Kota ini, juga yang menarik adalah hadirnya rekan-rekan media pers yang ikut membaur di dalam dinamika pleno itu.
Hasil Pleno rekapitulasi itu menetapkan jumlah DPS Kota Ternate dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota sebagai berikut :
No. Kecamatan Kel TPS Pemilih
1. Pulau Ternate 6 17 5.500
2. Ternate Selatan 17 144 38.004
3. Ternate Utara. 14 102 27.868
4. Pulau Moti. 6 10 3.214
5. Pulau Batang Dua 6 7 1.909
6. Ternate Tengah 16 116 31.677
7. Pulau Hiri 6 7 2.021
8. Ternate Barat 7 18 5.687
Total 78 421 115.880
Angka DPS diatas menunjukkan kecamatan Ternate Selatan sebagai yang tertinggi jumlah pemilihnya, yakni sebanyak 38.004, disusul Ternate Tengah 31.677 dan Ternate Utara 27.868. Kecamatan baru Ternate Barat mencatatkan jumlah DPS sebanyak 5687, sedikit lebih tinggi diatas induknya, Kecamatan Pulau Ternate. Sedangkan kecamatan di luar Pulau Ternate menempatkan Moti di posisi paling besar sebanyak 3.214, lalu Pulau Hiri berjumlah 2.021 dan yang terrendah berada di Pulau Batang Dua sejumlah 1.909.
Jumlah DPS sebanyak 115.880 pemilih ini tentu bukan angka yang jatuh gratis dari langit, tetapi adalah dokumen yang diperoleh berdasarkan proses panjang selama tiga puluh hari PPDP (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih) melakukan pencocokan dan penelitian (Coklit). Semenjak 15 Juli hingga 13 Agustus lalu, PPDP telah melakukan proses “sensus” mendatangi pemilih dari rumah ke rumah untuk memastikan kebenaran data pemilih berdasarkan dokumen A.KWK Data Pemilih.
Sebagaimana diketahui jumlah dokumen A.KWK data pemilih Kota Ternate yang merupakan hasil sinkronisasi Data Penduduk Potensial Pemilih pada Pilkada (DP4) dengan DPT Pemilu 2019.
Data A.KWK itu sendiri berjumlah 143.030 dan dipakai sebagai basis dan pedoman bagi PPDP untuk membikin proses Coklit dengan tiga langkah utama “mencatat, memperbaiki dan mencoret”. Selama masa coklit itu akhirnya meramukan data terbaru yang menjadi DPS sebanyak 115.880 yang artinya terdapat berkurangnya data sebanyak 27.150.
Merujuk data pengawasan, terdapat beberapa kategori utama data pemilih yang selama proses Coklit dinominasikan sebagai data Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Di posisi puncak terdapat kategori pemilih siluman yang selama masa Coklit telah coba ditelusuri oleh PPDP namun tak jua ditemukan keberadaannya. Mereka ini namanya ada, tetapi orangnya entah kemana. Mereka ini identitasnya lengkap, tetapi eksistensinya tak terungkap.
Di barisan kedua adalah yang pindah domisili. Ternate sebagai sebuah kota padat tentu memiliki pergerakan penduduk yang cukup dinamis. Ada yang datang, lalu pergi. Ada yang menetap sementara di suatu tempat, lalu bergeser di tempat lainnya. Proses pindah seperti ini terkadang tidak diikuti dengan penyesuaian administrasi kependudukan. Banyak yang bergerak diam-diam tanpa perlu melapor atau mengurus administrasi kependudukan itu di Dinas terkait sehingga menempatkan dokumen pemilihnya masih berada di daerah yang mungkin telah lama ditinggalkannya.
Di barisan ketiga adalah pemilih yang telah meninggal dunia yang namanya masih terdapat dalam daftar pemilih. Mereka-mereka yang telah tenang di alam kubur ini masih saja muncul nama di data pemilih, jumlahnya sebanyak 2576. Salah satu sebabnya adalah Pemerintah dalam hal ini Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan tidak berkewenangan mencoret nama-nama ini dalam daftar penduduk selama tidak ada keluarga atau ahli waris yang melaporkan bahwa yang bersangkutan telah wafat. Biasanya jika ada keluarga yang melapor maka tindaklanjutnya adalah dibuatkan akte kematian. Di lapangan, akte kematian ini begitu minim dikeluarkan karena sedikitnya orang yang melapor. Biasanya yang melapor adalah keluarga almarhum/almarhumah yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil untuk keperluan pengurusan di Taspen. Selain itu hampir, nyaris dan sangat jarang terjadi.
Posisi TMS keempat ditempati oleh identitas ganda. Biasanya terbaca lewat kesamaan atau kemiripan nama, NIK dan identitas lainnya. Ada yang melempar soal, bagaimana bisa nama-nama ganda ini masih ada saja di daftar pemilih, padahal setiap momentum Pilkada ke Pemilu maupun Pemilu ke Pilkada selalu proses pemutakhiran data pemilih itu dilakukan. Bahkan KPU sendiri memiliki instrumen deteksi data ganda melalui sebuah sistem yang dinamai Sidalih (Sistem Data Pemilih). Berdasarkan hasil pengawasan, masih ditemukan data ganda sebanyak 936. Beruntung Karena tak mencapai ribuan, tetapi juga tak bisa dipungkiri bahwa jumlah ini tidak sedikit. Nilainya setengah dari jumlah pemilih di Kecamatan Pulau Batang Dua.
Poin berikutnya adalah pemilih TMS dengan kategori beralih status sebagai anggota TNI dan Polri. Di bawah itu juga terdapat data pemilih yang dari sisi usia belum mencapai 17 tahun yang merupakan prasyarat pemilih. Variabel-variabel diatas menjadi catatan utama bagi PPDP untuk melaksanakan “kewenangan mencoret” pada proses coklit.
Dalam proses Coklit selama sebulan penuh itu, Bawaslu selain mengawasi pelaksanaan tugas yang dilakoni PPDP, juga ikut membangun kesadaran warga untuk mengawasi data pemilih. Pola yang dilakukan selain dengan menyurat secara resmi ke partai politik untuk ikut mengawal proses pencoklitan, juga melakukan sosialisasi ke warga baik secara langsung maupun melalui media-media sosialisasi seperti baliho dan publikasi di media sosial. Di kantor Bawaslu Kota dan sekretariat Panwascam juga dibuka posko pengaduan data pemilih, namun sayang beratus sayang selama masa coklit berlangsung hingga saat ini terdapat nihil laporan dari warga.
Tentu segala upaya itu dilakukan untuk memastikan semua pihak ikut terlibat mengawal data pemilih. Bahwa soal ini termasuk hal yang prinsip menyangkut hak memilih seseorang yang wajib dilindungi. Bawaslu berdiri mengajak setiap insan untuk turut mengawal juga membuka ruang bagi ribuan mata untuk ikut awasi, membikin urusan data pemilih berkualitas menjadi urusan dan tanggung jawab semua orang.
Meski secara umum proses Coklit oleh PPDP bergerak baik, tetapi harus diakui terdapat beberapa problem menyangkut kinerja PPDP yang mesti diperbaiki. Di Ternate Selatan terdapat temuan Panwaslu Kelurahan di beberapa titik terkait pemilih yang belum dicoklit oleh PPDP.
Salah satu contoh misalnya keluarga Thia Angraini. Mereka ini pada mulanya beralamat dan terdaftar di Kelurahan Ngade, Ternate Selatan. Sejak enam bulan lalu, mereka pindah ke Kelurahan Maliaro, Ternate Tengah, telah mengurus administrasi pindah penduduk namun belum tuntas. Di Ngade, karena tak menemukan orangnya, PPDP langsung menjalankan “kuasanya” untuk mencoret nama Thia beserta keluarganya. Di Maliaro, saat pen-Coklit-an, PPDP tidak dapat mencatat Thia dan keluarganya dalam daftar pemilih di Maliaro sebab identitas Kartu Keluarga dan E-KTP mereka masih beralamat di Kelurahan Ngade.
Soal ini merupakan salah satu soal yang bertumpukan dalam proses Coklit. Keliru ketika pemilih yang bersangkutan diam, acuh tak acuh serta tak mau melapor ke penyelenggara pemilihan. Lebih fatal lagi jika penyelenggara tidak mengambil langkah penyelesaian cepat. Jika terdapat problem yang sama di internal kelurahan, maka menjadi tugas PPDP untuk saling berkoordinasi dengan sesama PPDP yang menjadi lokus persoalan. Jika antar kelurahan di kecamatan yang sama, maka tugas PPS untuk menuntaskan. Jika telah bersilang soal di kecamatan yang berbeda, maka PPK-lah yang berdiri di garda muka penyelesaian.
Menariknya adalah dokumen ini pada saat rekapitulasi di tingkat Kecamatan telah direkomendasikan oleh Panwascam kepada PPK. Rekom bertajuk Coklit ulang terhadap pemilih yang belum dicoklit itu mendapat respon cepat PPK Ternate Selatan. Alhamdulillah langsung diatasi dengan kerja professional dan sinergis sehingga menjadi tuntas tas tas. Soal lain juga terjadi di Tabona adalah terdapat dua pemilih yang memiliki identitas E-KTP ganda, yang satunya beralamat di Kota Ternate dan yang satunya lagi berlamat di Kabupaten Kepulauan Sula.
Tentu problem diatas mesti dituntaskan lewat jalan padu sinergi antar penyelenggara dan instansi terkait dalam hal ini Disdukcapil. KPU Kota Ternate sebagai pengendali utama harus menjadi insiator yang menggalang sebanyak mungkin stakeholder untuk bahu membahu dalam rajut jalinan kasih untuk membikin data pemilih kita menjadi kian bersih.
Angka 115.880 pemilih paska Coklit yang ditetapkan menjadi DPS ini belum menjadi angka final. Masih ada proses berikutnya untuk menjadi DPT di bulan Oktober. Warga Ternate atau siapapun dia masih bisa ikut menaruh pandangan dalam-dalam, melihat dan menatap dokumen DPS ini di kelurahan secara seksama dan dalam tatap setajam-tajamnya. Selama sepuluh hari atau semenjak 19 September hingga 28 September, PPS akan melakukan publikasi DPS.
Sasaran dari proses publikasi ini tak lain dan tak bukan sebagai bentuk pelaksanaan akuntabilitas dan prinsip penyelenggaraan Pilkada yang terbuka dan bermuatan partisipatif. Disini ruang penyampaian tanggapan warga terhadap data pemilih dibuka seluas-luasnya, kita semua dapat memberikan masukan terhadap dua hal, yaitu pemilih yang berstatus Tidak Memenuhi Syarat (TMS) tetapi namanya masih terdapat dalam DPS, dan pemilih yang Memenuhi Syarat (MS) yang namanya belum terdaftar dalam DPS. Terhadap kategori pertama, jelas mesti ditindaklanjuti oleh PPS dengan men-delete. Sedangkan yang kedua, diambil langkah segera untuk mencatat dan memasukkan identitasnya kedalam daftar pemilih.
Sekali lagi pada 19 – 28 September 2020 adalah masa publikasi DPS. Cek kembali nama anda, saudara ataupun tetangga, juga termasuk pujaan hati anda. Dalam tatap manja, cek bae-bae status yang bersangkutan di dalam DPS tertempel. Jika di kolom kawin tertulis huruf tebal S, berarti sang pujaan sudah menikah. So, anda tak perlu risau, merasa terluka hati dan dan larut dalam sedih. Segera tetapkan sikap untuk berlari dan menjatuhkan hati kepada jiwa-jiwa yang lain. Seperti saya yang siang ini telah dalam teguh sikap dan menjatuhkan pilihan untuk memesan satu mangkuk es pisang ijo. Duuh, nikmaaat. (**)