SANANA – Debat publik pasangan calon bupati dan wakil bupati kepulauan sula (Kepsul) pertama pada Selasa, (5/11/2024) berlangsung panas.
Suasana debat memanas saat memasuk segmen penajaman visi-misi. Dimana, Paslon nomor urut 2 Fifian Adeningsi Mus dan Saleh Marasabessy (FAM-SAH), memberi pertanyaan kepada calon bupati dan wakil bupati nomor urut 3 Hendrata Thes dan M. Natsir Sangadji (HT-Manis) tentang penyelesaian sejumlah proyek yang mangkrak.
Namun, pertanyaan jebakan itu mampu ditangkis, diluruskan calon wakil bupati nomor urut 3, M. Natsir Sangadji. Natsir merasa perlu meluruskan agar publik di kepulauan sula mendapat gambaran yang utuh dan objektif mengenai kelanjutan pembangunan yang disebut proyek mangkrak. Natsir justru menilai pertanyaan FAM-SAH menunjukkan tidak konsistensinya kebijakan.
Disisi lain, mantan bupati periode 2015-2020 Hendrata Thes menegaskan, sebagian besar proyek yang disebut mangkrak sebenarnya sudah berada dalam tahap anggaran dan pelaksanaan sebelum pemerintahan berganti.
Anehnya, ketika pasangan FAM-SAH memegang kendali pemerintahan, sejumlah proyek yang telah direncanakan pemerintahan sebelumnya dihentikan tanpa penjelasan yang jelas, sehingga menyebabkan keterlambatan dan penundaan pembangunan.
“Pembangunan itu butuh kesinambungan, apa yang terjadi selama ini justru menunjukan kurangnya komitmen dari pasangan incumbent untuk meneruskan proyek yang telah direncanakan dan disetujui oleh masyarakat,” kata Hendrata, Rabu (6/11/2024).
Untuk jembatan kali baleha, cabup Hendrata Thes mengaku, jembatan kali baleha tahap II, ada anggarannya tetapi dihentikan pekerjaan. Kata HT, proyek anggaran kali baleha dianggarkan di APBD induk 2021 lalu sebesar Rp 7,5 miliar. Namun, setelah pergantian pemerintahan, pembangunan jembatan tersebut dihentikan dengan alasan kesalahan konstruksi tanpa penjelasan teknis yang memadai.
Mirisnya, anggaran jembatan kali baleha yang dikucurkan sebesar Rp 7,5 miliar, ternyata dialihkan ke proyek lain, yaitu peningkatan jalan antara desa baleha-fatkauyon senilai Rp 4,83 miliar dan pemasangan listrik di destinasi wisata tanjung waka senilai Rp 2,7 miliar. Sayangnya, kedua proyek tersebut ternyata tidak berhasil diselesaikan hingga akhir tahun anggaran 2021.
Tambah Hendrata, proyek jembatan air bugis sudah dilakukan proses hukum, dan sudah ditindak tegas oleh aparat hukum, bahkan beberapa orang sudah menjalani hukuman penjara. “Sedangkan proyek jembatan air bugis penegak hukum telah dilakukan proses hukum, dan sejumlah pihak yang bertanggung jawab telah ditindak dengan tegas, termasuk beberapa orang yang sudah menjalani hukuman penjara,” ungkapnya.
Hendrata kembali menambahkan, bendungan di desa kaporo tidak terbengkalai tetapi hanya kurangnya dukungan program bendungan di desa kaporo, seharusnya menjadi sumber irigasi bagi petani di desa kaporo, agar menjadi salah satu buktinya kurangnya kesinambungan pembangunan.
“Bendungan itu seharusnya sudah bisa dimanfaatkan masyarakat, tetapi karena kurangnya program dukungan pertanian dari pemerintahan FAM-SAH. Potensi bendungan tersebut tidak dirasakan secara maksimal oleh masyarakat, jika terpilih HT-MANIS berkomitmen menyelesaikan proyek tersebut,” tegasnya.
Hendrata menegaskan, jika terpilih pasangan HT-Manis berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, sebab HT-Manis akan menerapkan kebijakan pembangunan dengan memastikan setiap proyek yang direncanakan dapat diselesaikan dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat kepulauan sula.
“Kami berkomitmen mengutamakan pembangunan yang konsisten dan berkesinambungan, setiap proyek yang dimulai harus selesai dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, mewujudkan ‘Bau Bisa Sua’ artinya bikin bagus sula dengan program nyata, ingat tanah sula bukan hanya slogan, tetapi wujud komitmen untuk membawa perubahan nyata ke masyarakat,” terangnya.
Hendrata mengaku, HT-Manis berkomitmen untuk melanjutkan pembangunan yang tertunda, HT-MANIS, sehingga mengajak masyarakat kepulauan sula untuk memilih pemimpin yang konsisten dalam pembangunan dan berani mengambil langkah nyata. “Masyarakat kepulauan sula butuh kepastian, bukan sekedar janji-janji yang tidak berkelanjutan, bersama HT-MANIS mari wujudkan sula yang maju dan mandiri,” tutup Hendrata. (att/)