SANANA – Akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Babussalam Sula, Maluku Utara, Sahril Takim menanggapi pernyataan datar Plt Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sanana Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul), Marini M. Nur Ali, terkait dengan pasien BPJS Kesehatan yang membeli obat di luar RSU.
Menurut Sahrul, pasien yang terdaftar di Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BJPS) ini setiap bulan melakukan penyetoran kewajibannya tetapi tidak berbanding lurus dengan pelayanan pihak rumah sakit dalam menyediakan obat.
“Direktur segera membentuk tim untuk mengakses seluruh nota pembelian obat di luar apotek RSUD,” pintanya. Menurutnya, apabila tim yang dibentuk sudah bekerja dan telah mengantongi seluruh data pasien BJPS, maka pihak RSUD Sanana segera memanggil mereka dan menggantikan kerugian yang timbul akibat pembelian obat di luar RSUD Sanana.
“Masa bayar BPJS lagi kemudian bayar obat diluar RSUD lagi, pelayanan kesehatan macam apa ini, ketika implementasi refocusing anggaran seharusnya menjadi sasaran penganggaran buat instansi saat ini adalah Dinkes dan RSUD Sanana, dalam memenuhi kebutuhan masyarakat,” tegas Sahrul.
Dia menambahkan, pasien yang membeli obat di luar RSUD Sanana dialami oleh orang tuanya dan ayah dari istrinya. “Orang tua saya masuk RSUD pun terima hal yang sama, ayah dari istri saya pun terima hal yang sama, padahal mereka memiliki kartu BPJS, tetapi masih membeli obat di luar apotik RSUD Sanana,” tuturnya.
Selain itu, dia juga menyoroti dua hal, pertama masalah kekurangan tenaga dokter di RSUD Sanana dan fasilitasnya. “Selain masalah kekosongan obat, masalah lain seperti kekurangan tenaga Dokter.
Dicontohkan, tenaga Dokter telinga, hidung dan tenggorokan (THT) saja tidak ada, Kemudian dokter anak juga dipakai di dua Kabupaten, padahal masalah kesehatan harus diatasi sesuai spesialisasi masing-masing Dokter,” katanya.
Kemudian yang kedua, masalah fasilitas rumah sakit yang dianggap sudah tidak layak. “Direktur juga sudah harus pikirkan perbaikan fasilitas rumah sakit, mulai dari pintu, jendela, WC, AC dan lain-lain yang tidak menunjukkan kelas dalam aspek pelayanan, RSUD tidak bisa dijadikan sektor pendapatan daerah, karena orang sakit itu bukan objek pendapat daerah,” Sahrul. (att)